Sekolah dan rumah mempunyai hubungan yang tidak terpisahkan dalam
rangka mengembangkan kemampuan literasi anak. Pahl and Rowsell (2005:61)
menjelaskan bahwa walaupun sekolah dan rumah merupakan sebuah batas namun bisa dihubungkan
satu dengan yang lainnya. Dalam teori literasi, sekolah dan rumah masing-masing
merupakan domain bagi praktik literasi. Meskipun tempat yang berbeda namun kegiatan
pratik literasi berhubungan sangat erat. Apa yang dilakukan oleh siswa di
sekolah tentu akan dibawa pulang begitu juga sebaliknya. Apa yang didapat oleh siswa
di rumah akan mempengaruhi praktik literasi ketika di sekolah.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Schick pada tahun 2014
(Journal of Applied Developmental
Psychology Vol. 35, 370–380) membuktikan bagaimana kegiatan literasi di
rumah mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan kemampuan siswa di
sekolah. Penelitian ini dilakukan di Penduduk Latin Amerika Serikat yang secara
ekonomi masih tergolong miskin. Peneliti meminta orang tua siswa membacakan buku
cerita bergambar kepada anaknya secara rutin. Kemudian pada saat di sekolah siswa
juga dibacakan cerita oleh gurunya dengan buku yang berbeda. Setelah itu pada waktu
yang telah ditentukan dilakukan pengujian ternyata siswa-siswa tersebut mampu melakukan
ujian menceritakan isi buku bergambar tanpa kata dengan baik.
Dari penelitian tersebut di atas dapat dilihat bagaimana pengaruh
kegiatan literasi di rumah. Betapa kegiatan literasi di rumah menjadi daya dukung
yang sangat kuat bagi pengembangan akademik siswa di sekolah. Juga terlihat jelas
bagaimana hubungan yang sangat erat antara rumah dan sekolah dalam pengembangan
literasi siswa.
Dalam hal kegiatan pembiasaan membaca, pihak sekolah perlu menjalin
hubungan yang baik dengan pihak orang tua siswa. Dengan melakukan sosialisasi kepada
orang tua siswa maka mereka juga akan memahami apa yang sedang dilakukan oleh sekolah.
Dengan demikian pihak sekolah bisa memastikan keberlangsungan kegiatan pembiasaan
membaca berlanjut sampai di rumah. Alokasi waktu juga bisa diatur di rumah sesuai
dengan jangka waktu di sekolah, yaitu 15 menit. Orang tua diharapkan berperan aktif
dalam mengatur pembiasaan tersebut dengan membuat jadwal bagi putra-putrinya di
rumah.
Tidak hany aitu orang tua siswa juga bisa menjadi teladan
yang baik dalam hal pelaksanaan kegiatan literasi. Teladan bisa diberikan dengan
membiasakan diri membaca di rumah baik itu membaca Koran, majalah, maupun dari sumber-sumber
lain. Dengan orang tua sebagai model ini maka diharapkan siswa akan terbiasa dengan
lingkungan yang literat. Keluarga yang terbiasa dengan kegiatan literasi akan memberikan
pengaruh yang positif terhadap anak.
Tentunya tidak semua keluarga bisa membangun iklim litetasi
yang baik di rumah. Disebabkan oleh kondisi ekonomi yang tidak merata bagi semua
keluarga. Hal itu tentu berpengaruh pada ketersediaan bahan bacaan di rumah. Namun
itu bukanlah menjadi halangan bagi pembiasaan literasi di rumah. Kegiatan literasi
bisa dilakukan secara bersama antar semua anggota keluarga. Sebagai contoh,
orang tua bisa menjadi pendengar yang baik bagi anaknya yang diminta untuk membacakan
cerita dengan nyaring. Kegiatan ini bisa
melatih kepercayaan diri anak sebagai bekal yang sangat diperlukan di
sekolahnya.
Banyak hal yang bisa dilakukan oleh keluarga dalam berperan aktif
untuk mengawal Gerakan Literasi Sekolah (GLS) ini. Asalkan orang tua dilibatkan
oleh pihak sekolah tentunya. Tanpa pelibatan melalui komunikasi yang baik antara
pihak sekolah dan orang tua siswa maka hal itu tidak bisa berjalan dengan baik.
Peran sekolah sangat penting dalam hal ini mengingat sosialisasi GLS ini oleh pemerintah
secara khusus tidak dilaksanakan sampai ke pihak orang tua siswa.
#NonFiksi
#ODOPBatch6
Dukungan orang tua kepada anak berpengaruh untuk segalanya
ReplyDeleteNice pak. Saya termasuk pendukung gerakan ini
ReplyDelete